Khofifah Indar Parawansa

Posted on

Untuk kamu yang belum mengenal Khofifah Indar Parawansa, ia adalah salah satu politikus wanita Indonesia yang namanya seakan sudah tidak asing lagi dengan bermain login idn poker terbaru. Ia adalah sosok yang pernah menjadi sorotan karena membacakan pidato mengenai pernyataan dari sikap fraksi persatuan pembangunan di dalam sidang umum MPR 1998 lalu.

Tentu sorotan ini bukan tanpa adanya alasan, karena pidato dari politisi satu ini merupakan pidato kritis pertama pada Orde baru di dalam ajang formal setingkat dengan Sidang Umum MPR.

Saat itu, hampir seluruh anggota MPR didominasi oleh Fraksi Karya Pembangunan, Fraksi ABRI, dan Fraksi Utusan Golongan, dibuat terperanjat dengan pidato yang dibacakan oleh wanita yang waktu itu berusia 33 tahun.

Bukan hanya kritik saja yang dilayangkan oleh Khofifah, ia juga menyampaikan beragam kekurangan, kecurangan, pada pemilu 1997 seraya melengkapi isi pidato dengan beragam ide mengenai demokrasi.

Keberanian dan juga kecerdasan yang dimiliki Liem Khofifah ini seakan memberikan kritik kepada pelaksanaan dari rezim Orde Baru yang sedang bekuasa dan juga membuat sosoknya menjadi seorang politikus yang sangat disegani di tanah air.

Sebelumnya di tahun 1992, ia pernah terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari Partai Persatuan Pembangunan pada periode 1992-1998. Tetapi karena adanya perubahan dari peta politik karena lengsernya rezim orde baru, membuat Khofifah keluar dari PPP dan memilih Partai Kebangkitan Bangsa sebagai rumah barunya.

Di tahun 1998-2000, politikus yang pernah bercita-cita menjadi seorang pembalap ini kembali duduk di DPR sebagai wakil dari partai PKB. Alumni dari FISIP UI juga menunjukkan kiprahnya setelah ia dilantik sebagai menteri pemberdayaan perempuan di masa pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Berikut adalah sedikit data mengenai Khofifah Indar Parawansa,

Pendidikan

  • (1972-1978) SD Taquma
  • (1978-1981) SMP Khodijah-Surabaya
  • (1981-1984) SMA Khodijah-Surabaya
  • (1984-1991) S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya
  • (1984-1989) S1 Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya
  • (1993-1997) S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta

Karir

  • (1992-1997) Pimpinan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI
  • (1995-1997) Pimpinan Komisi VIII DPR RI
  • (1997-1998) Anggota Komisi II DPR RI
  • (1999) Wakil Ketua DPR RI    
  • (1999-2001) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
  • (1999-2001) Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
  • (2004-2006) Ketua Komisi VII DPR RI
  • (2004-2006) Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa MPR RI
  • (2006) Anggota Komisi VII DPR RI
  • (2014 – kini) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
Featured

Belinda Caroline Stronach

Posted on

Belinda Caroline Stronach, lahir di Newmarket, Ontario. Wanita ini merupakan putri dari Elfriede Sallmutter dan Frank Stronach, seorang pendiri dan ketua dari Magna International, di mana ia juga merupakan mantan presiden dan CEO perusahaan.

Stronach lulus dari Newmarket High School dan melanjutkan pendidikannya di York University di tahun 1985. Di sana ia mempelajari mengenai bisnis dan juga ekonomi. Namun, GOLDENBET88 tidak menyelesaikannya, karena setelah setahun ia memutuskan untuk bekerja di Magna. Di sana ia berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris dan juga Jerman dengan baik.

Wanita ini sudah dua kali bercerai, di mana sang suami pertama adalah Donald J. Walker, CEO dari Magna saat ini, dan suami keduanya adalah Jogann Olav Koss, seorang legenda skating cepat Norwegia.

Ia memiliki putra, Frank, di mana merupakan seorang DJ dan juga memiliki seorang putri yang bernama Nicole, seorang juara dunia dalam berkuda.

Belinda Caroline Stronach adalah seorang pengusaha Kanada yang pernah menjadi salah satu Anggota Parlemen pada House of Commons of Canada dari tahun 2004-2008. Wanita yang lahir pada tanggal 2 Mei 1966 ini merupakan orang dermawan yang pada awalnya terpilih sebagai sosok Konservatif, di mana ia lalu kemudian bergabung bersama dengan Liberal.

Sejak 17 Mei 2005 sampai 6 Februari 2006, ia menjadi Menteri Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Keterampilan dan Menteri yang bertanggung jawab atas Pembaruan Demokrasi di pemerintahan yang dipimpin oleh Paul Martin.

Setelah ia meninggalkan politik, ia menjabat menjadi wakil ketua eksekutif Magna Iternasional sampai 31 Desember 2021, itu adalah produsen suku cadang di Kanada yang terbesar.

Selain itu Belinda Caroline Stronach juga merupakan ketua dan juga presiden di The Stornach Group beserta dengan Ketua dari The Belinda Stronach Foundation, sebuah organisasi amal yang ada di Kanada. Selain itu ia juga turut mendirikan Acasta Enterprises serta menjabat menjadi direkturnya sampai tahun 2017 dan ia mengundurkan diri dari dewan direksi.

Di awal tahun 2000-an, Stronach disorot oleh Forum Ekonomi Dunia dan Media, di mana ia dianggap sebagai seorang pemimpin di masa depan yang sangat menjanjikan. Manajemen dari Stronach di The Stronach Group kala itu pun menjadi subjek kontroversi, dengan sang ayah yang menggunggatnya karena ada salah urus. Di tahu n 2019 ia pun membalasnya.  

Itulah sedikit bahasan mengenai Belinda Caroline Stronach. Usai membaca kisah ini, kalian bisa melanjutkan dengan bermain games untuk menghilangkan kejenuhan di rumah. Karena selain membaca, bermain game merupakan salah satu hiburan yang menyenangkan juga loh.

 

Mahmudah Mawardi

Posted on

Di tahun 1952 Nahdlatul Ulama atau NU memutuskan untuk berpisah dari Masyumi dan membentuk partai mereka sendiri. Setelah itu keduanya kerap kali terlibat di dalam perselisihan yang tajam. Salah satu akar masalahnya adalah karena NU berusaha untuk menarik  kembali para anggota yang telah memegang jabatan penting di Masyumi.

Selain itu ada pula masalah internal yang cukup rumit, seperti NU yang tidak memiliki program kebijakan yang jelas, Administrasi yang kacau, dan juga keterbatasan dana. Hal ini menyebabkan jumlah dari keanggotaan NU semakin menurun secara drastis dan hanya tersisa 51.000-an anggota pada tahun 1952.

Hal ini membuat NU mau tidak mau bertindak cepat dan mencari cara untuk meningkatkan jumlah anggota. Untuk menghadapi pemilu yang dilakukan pada tahun 1955, mereka pun mendirikan Lajnah Pemilihan Umum Nahdlatul Ulama atau Lapunu.

Tugas dari Lapunu adalah untuk menyusun kriteria calon legislatif dan juga juru kampanye. Dengan langkah ini, diharapkan NU bisa mendapatkan lebih banyak umat muslim agar mau mencoblos NU.

Awalnya, NU memiliki kriteria pemilihan calon yang tidak memihak kepada perempuan dan hal ini menuai banyak kecaman dari para Muslimat NU.

Ada salah seorang dari NU yang mengatakan kalau NU akan merugi jika mereka tidak mengizinkan perempuan untuk ikut berpartisipasi di dalam politik.

Pada awalnya, para Kiai tetap menolak untuk menyetujui hal ini dikarenakan ketidakpastian mengenai seorang perempuan Muslim untuk berkampanye sampai ke pelosok, namun setelah terjadi perdebatan sengit akhirnya NU menyetujuinya.

Salah satu tokoh perempuan yang paling gencar untuk melakukan kampanye untuk NU adalah Nyai Mahmudah Mawardi. Ia merupakan salah satu tokoh yang memiliki kepiawaian dalam melakukan organisasi perempuan ke arah yang progresif.

Mahmudah pun terpilih untuk menjadi ketua umum dari Muslimat NU yang didirikan di tahun 29 maret 1946. Wanita yang merupakan putri tokoh perintis NU Solo Kiai Masjhud ini pernah mengemban tugas sebagai Pimpinan Cabang Muslimat NU Solo serta ketua Federasi Wanita Islam Indonesia di Solo.

Selama delapan periode Mahmudah memimpin Muslimat NU. Ia pun terlibat langsung dengan penggalangan suara serta kampanye NU di dalam pemilu 1955 yang Muslimat lakukan. 

Dengan bekal didikan dari pesantren yang kuat, ia pun mendapatkan banyak dukungan dari para perempuan Muslim dengan metode yang populis serta agamais. Di samping itu, Mahmudah juga aktif untuk menyuarakan masalah dari perempuan mengenai perkawinan, hak mereka, dan juga bermasyarakat.

Sambil menyuarakan aspirasi dari perempuan, Mahmudah juga secara konsisten melakukan kampanye dalam memprogram politik NU yang berlandaskan Islam.

Beberapa program kampanye dari para tokoh Muslimah di dalam pemilu 1955 meliputi:

  • Penyuluhan pemilu kepada perempuan
  • Bakti sosial di kampung-kampung
  • Menyalurkan aspirasi perempuan dengan menggunakan media cetak
  • Melakukan kampanye visi dan misi dari partai yang berkaitan dengan perempuan di jalan islam.

Sayangnya, meski dianggap sangat efektif untuk menarik suara dari kalangan rakyar bawah, tidak banyak perempuan yang berhasil untuk lolos ke parlemen. Setidakny dari 257 kursi DPR yang ada, hanya 19 yang diduduki oleh calon perempuan.

Meski demikian, pencapaian yang didapatkan oleh Muslimah di dalam pemilu 1955 tidak begitu mengecewakan. NU Pun berhasil untuk menempatkan lima calon perempuan mereka, menyamai dengan calon perempuan dari PKI.

Itulah sedikit ulasan mengenai salah satu politikus perempuan yang berjasa di Indonesia, Mahmudah Mawardi.